Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor
atau Kebun Botani Bogor adalah sebuah kebun botani besar yang terletak
di Kota Bogor, Indonesia. Luasnya mencapai 87 hektare dan memiliki
15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan.
Saat ini Kebun Raya
Bogor ramai dikunjungi sebagai tempat wisata, terutama hari Sabtu dan
Minggu. Di sekitar Kebun Raya Bogor tersebar pusat-pusat keilmuan yaitu
Herbarium Bogoriense, Museum Zoologi Bogor, dan Pustaka.
Kebun
Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari 'samida' (hutan buatan
atau taman buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Sri
Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Sunda,
sebagaimana tertulis dalam prasasti Batutulis. Hutan buatan itu
ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat
memelihara benih benih kayu yang langka. Di samping samida itu dibuat
pula samida yang serupa di perbatasan Cianjur dengan Bogor (Hutan Ciung
Wanara). Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk dari
Kesultanan Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun
rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad ke-18.
Pada
awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami
Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik
mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik.
Dengan bantuan para ahli botani, W. Kent, yang ikut membangun Kew Garden
di London, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya
Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dalam bentuknya
sekarang.
Monumen Olivia Raffles
Pada tahun 1814 Olivia
Raffles (istri dari Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles) meninggal
dunia karena sakit dan dimakamkan di Batavia. Sebagai pengabadian,
monumen untuknya didirikan di Kebun Raya Bogor.
Ide pendirian
Kebun Raya bermula dari seorang ahli biologi yaitu Abner yang menulis
surat kepada Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen. Dalam surat
itu terungkap keinginannya untuk meminta sebidang tanah yang akan
dijadikan kebun tumbuhan yang berguna, tempat pendidikan guru, dan
koleksi tumbuhan bagi pengembangan kebun-kebun yang lain.
Prof.
Caspar Georg Karl Reinwardt adalah seseorang berkebangsaan Jerman yang
berpindah ke Belanda dan menjadi ilmuwan botani dan kimia. Ia lalu
diangkat menjadi menteri bidang pertanian, seni, dan ilmu pengetahuan di
Jawa dan sekitarnya. Ia tertarik menyelidiki berbagai tanaman yang
digunakan untuk pengobatan. Ia memutuskan untuk mengumpulkan semua
tanaman ini di sebuah kebun botani di Kota Bogor, yang saat itu disebut
Buitenzorg (dari bahasa Belanda yang berarti "tidak perlu khawatir").
Reinwardt juga menjadi perintis di bidang pembuatan herbarium. Ia
kemudian dikenal sebagai seorang pendiri Herbarium Bogoriense.
Pada
tahun 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van
der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama
s'Lands Plantentuinte Buitenzorg. Pendiriannya diawali dengan
menancapkan ayunan cangkul pertama di bumi Pajajaran sebagai pertanda
dibangunnya pembangunan kebun itu, yang pelaksanaannya dipimpin oleh
Reinwardt sendiri, dibantu oleh James Hooper dan W. Kent (dari Kebun
Botani Kew yang terkenal di Richmond, Inggris).
Sekitar 47
hektare tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida dijadikan lahan
pertama untuk kebun botani. Reinwardt menjadi pengarah pertamanya dari
1817 sampai 1822. Kesempatan ini digunakannya untuk mengumpulkan tanaman
dan benih dari bagian lain Nusantara. Dengan segera Bogor menjadi pusat
pengembangan pertanian dan hortikultura di Indonesia. Pada masa itu
diperkirakan sekitar 900 tanaman hidup ditanam di kebun tersebut.
Pada
tahun 1822 Reinwardt kembali ke Belanda dan digantikan oleh Dr. Carl
Ludwig Blume yang melakukan inventarisasi tanaman koleksi yang tumbuh di
kebun. Ia juga menyusun katalog kebun yang pertama berhasil dicatat
sebanyak 912 jenis (spesies) tanaman. Pelaksanaan pembangunan kebun ini
pernah terhenti karena kekurangan dana tetapi kemudian dirintis lagi
oleh Johannes Elias Teysmann (1831), seorang ahli kebun istana Gubernur
Jenderal Johannes van den Bosch. Dengan dibantu oleh Justus Karl
Hasskarl, ia melakukan pengaturan penanaman tanaman koleksi dengan
mengelompokkan menurut suku (familia).
Teysmann kemudian
digantikan oleh Dr. Rudolph Herman Christiaan Carel Scheffer pada tahun
1867 menjadi direktur, dan dilanjutkan kemudian oleh Prof. Dr. Melchior
Treub.
Pendirian Kebun Raya Bogor bisa dikatakan mengawali
perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Dari sini lahir beberapa
institusi ilmu pengetahuan lain, seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842),
Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium
Treub (1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).
Pada tanggal 30 Mei 1868 Kebun Raya Bogor secara resmi terpisah pengurusannya dengan halaman Istana Bogor.
Pada
mulanya kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi
tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Hindia-Belanda (kini
Indonesia). Namun pada perkembangannya juga digunakan sebagai wadah
penelitian ilmuwan pada zaman itu (1880 - 1905).
Kebun Raya Bogor
selalu mengalami perkembangan yang berarti di bawah kepemimpinan Dr.
Carl Ludwig Blume (1822), JE. Teijsmann dan Dr. Hasskarl (zaman Gubernur
Jenderal Van den Bosch), J. E. Teijsmann dan Simon Binnendijk, Dr.
R.H.C.C. Scheffer (1867), Prof. Dr. Melchior Treub (1881), Dr. Jacob
Christiaan Koningsberger (1904), Van den Hornett (1904), dan Prof. Ir.
Koestono Setijowirjo (1949), yang merupakan orang Indonesia pertama yang
menjabat suatu pimpin lembaga penelitian yang bertaraf internasional.
Pada
saat kepemimpinan tokoh-tokoh itu telah dilakukan kegiatan pembuatan
katalog mengenai Kebun Raya Bogor, pencatatan lengkap tentang koleksi
tumbuh-tumbuhan Cryptogamae, 25 spesies Gymnospermae, 51 spesies
Monocotyledonae dan 2200 spesies Dicotyledonae, usaha pengenalan tanaman
ekonomi penting di Indonesia, pengumpulan tanam-tanaman yang berguna
bagi Indonesia (43 jenis, di antaranya vanili, kelapa sawit, kina, getah
perca, tebu, ubi kayu, jagung dari Amerika, kayu besi dari Palembang
dan Kalimantan).